MAKALAH
PENDIDIKAN PANCASILA
PROSES
PERUMUSAN DAN PENGESAHAN PANCASILA
OLEH
:
MAYADDAH
AINI NUR AZIZAH
(15030174010)
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
FAKULTAS METEMATIKA DA ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN MATEMATIKA
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Setiap pemikiran, sikap, dan
tindakan berbangsa dan bernegara haruslah berlandaskanazas-azas Negara. Kita
sebagai warga Negara Indonesia yang taat azas harus mampu memahami dan menjiwai
serta mampu mengimplementasikan Pancasila dalam kehidupan sosial politik
dimanapun dan kapanpun. Pancasila dan UUD 1945 merupakan landasan nyata dalam
membangun Negara Republik Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil
serta makmur. Maka dari itu setiap warga Negara harus memahami dan menerapkan
nilai-nilai landasan Negara secara nyata, terutama Pancasila.
Pada zaman modern ini, banyak
ditemukan masyarakat yang tidak begitu memahami makna dan hakekat Pancasila.
Masyarakat mengaku telah menerapkan nilai-nilai Pancasila. Namun secara kasat
mata masih ditemukan banyak sikap dan tindakan yang menyimpang jauh dari dasar
ideologi bangsa ini. Terjadinya kasus HAMBALANG, kasus penyalahgunaan pengadaan
haji, dan kasus simulator SIM yang merupakan contoh kongkrit kejahatan korupsi,
kolusi, dan nepotisme yang terjadi di Negara kita menjadi salah satu bukti
bahwa ideologi Pancasila tidak dimaknai dengan hati dan tidak diterapkan dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara, baik rakyat kecil maupun pejabat tinggi
Negara. Penyimpangan dasar ideologi Pancasila juga seringkali terjadi dalam
lingkup terkecil masyarakat, hal-hal sepele yang dilakukan generasi muda
seperti mencontek dalam ujian, pelanggaran lalu lintas, tawuran antar
pelajar, dan konvoi rusuh yang
mengganggu ketertiban umum ikut menjadi bukti bahwa ideologi Pancasila tidak
benar-benar dikenal oleh masyarakat.
Pengenalan dan penanaman nilai-nilai
Pancasila secara perlahan dan konsisten dapat meminimalisir tindakan
penyimpangan dan kejahatan ideologi dalam masyarakat. Tidak hanya isi atau
butir-butir, sangat diperlukan pula pengenalan sejarah terbentuknya Pancasila
baik dari segi proses perumusan hingga pengesahan agar masyarakat terutama generasi muda dapat
benar-benar memahami, menghargai,dan mengamalkan Pancasila yang disusun tidak
hanya dengan tinta, namun dengan darah dan keringat para pahlawan pendiri tanah
air Indonesia. Proses perumusan Pancasila memiliki alur yang panjang dan rumit,
begitu pula proses pengesahannya. Oleh sebab itu, sudah selayaknya sebagai
warga Negara Republik Indonesia untuk mengetahui dan mempelajari sejarah
perumusan serta pengesahan Pancasila sebagai bentuk penghargaan kepada para
penyusun Pancasila dan kepada ideologi Pancasila itu sendiri.
1.2 TUJUAN
Mengetahui dan memahami proses perumusan dan pengesahan Pancasila.
1.3 RUMUSAN MASALAH
1.3.1
Bagaimana proses perumusan
Pancasila?
1.3.2
Bagaimana proses pengesahan
Pancasila?
BAB
II
PEMBAHASAN
Dengan adanya perubahan suhu politk
global yaitu dengan banyak bermunculannya Negara-negara baru yang telah
memperoleh kemerdekaan karena semangat kesadaran untuk mandiri pada
Negara-negara bekas jajahan, termasuk juga kebangkitan di Negara-negara asia
seperti Philipna merdeka pada tahun 1839 yang dipelopori Joze Rizal, kemenangan
Jepang atas Rusia di Tsunia (1905). Menjadikan rakyat Indonesia lelah menunggu
janji penjajah Belanda tentang kemerdekaan Indonesia sampai akhir penjajahan
Belanda tanggal 10 Maret 1940. Hal ini memicu kekesalan dan ketidakpercayaan
Indonesia terhadap Belanda.
Pada tanggal 5 Maret 1942 Batavia
jatuh di tangan Jepang, dan perlawanan Belanda terhadap Jepang berakhir di
Bandung pada tanggal 8 Maret 1942, jendral Ter Poorter sebagai panglima
tertinggi Angkatan Darat sekutu di Jawa menyerah dengan tanpa syarat, yang
diikuti dengan ditawan dan dibawanya keluar Jawa, gubernur Tjarda Van
Starkenborgh Starchouwer dengan para pembesar Belanda lainnya, sehingga
terhitung sejak itu secara formal dimulai masa pendudukan Jepang di Indonesia.
Masuknya Jepang ke Indonesia disambut gembira karena menganggap Jepang akan
membebaskan rakyat Indonesia dari penjajahan dan memberikan kebebasan kepada
rakyat Indonesia untuk menunjukkan rasa nasionalismenya dengan mengibarkan
bendera merah putih dan mengumandangkan lagu Indonesia Raya.
Dengan propaganda “Jepang pemimpin
Asia, Jepang saudara tua bangsa Indonesia” diterima dengan sukarela, karena
adanya harapan yang cuup besar dari pemerintah Jepang untuk memberikan
kemerdekaan bagi Indonesia. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang no.1 tahun
1942, yaitu sebelum pemerintah Hindia Belanda menyerang. Kedatangan Jepang
membawa misi untuk memperbaiki nasib rakyat Indonesia dengan moto Tan Asia.
Jepang merupakan serumpun dengan Indonesia sehingga menganggap dirinya mampu
mewujudkan ketentraman di Asia raya.
Ternyata masuknya Jepang ke
Indonesia tidak nerubah bentuk imperialism barat, yang terjadi justru
penyengsaraan kehidupan rakyat menambah penderitaan. Akhirnya, pada tanggal 7
September 1944 Pemerintah Jepang di Tokyo memberikan janji untuk memberi
kemerdekaan kepada Indonesia sebagai hadiah dari pemerintahan Jepang yang
diucapkan oleh perdana mentri Koiso dihadapan parlemen Jepang, “The Japanese
empire (hreby) annonce the future independence of all Indonesian people” yang
artinya kekaisaran Jepang (dengan ini) mengumumkan kemerdekaan pada masa yang akan
datang bagi segenap bangsa Indonesia. [3]Pemberian janji tersebut
tidak terlepas dari perhitungan strategi Jepang yang melihat Indonesia kaya
akan potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia, yang dapat dimanfaatkan
untuk memeberikan dukungan pada angkatan perang Jepang dalam memenangkan Perang
Dunia II melawan sekutu. Akan tetapi janji itu baru direalisasikan setelah bala
tentara Jepang mengalami kekalahan-kekalahan dengan sekutu, dan area desakan
pemimpin pergerakan bangsa Indonesia yang memaksa pemerintahan Jepang membentuk
Dokuritzu Zyumbi Tyoosakai (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia) yang terwujud pada tanggal 29 April 1945 bertepatan dengan ulang
tahun kaisar Jepang Tenno Haika.
2.1 PROSES PERUMUSAN PANCASILA
2.1.1 Pembentukan
BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia)
Menyusul kekalahan dari Sektu,
Kaisar Jepang Tenno Haika bersamaan dengan hari ulang tahunnya pada tanggal 29
April 1945 berjanji memberi hadiah ulang tahun kepada bangsa Indonesia yaitu
janji kedua pemerintah Jepang berupa kemerdekaan tanpa syarat. Janji itu
disampaikan seminggu sebelum pemerintah Jepang menyerah, dengan Maklumat
Gunseikan (Pembesar tertinggi Sipil Pemerintah Militer Jepang di
Jawa-Madura) No.23.
Dengan Maklumat Genseikan tanggal
29 April 1945 tersebut, secara resmi dibentuk suatu Badan Penyelidik
Usaha-usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), disingkat “Badan Penyelidik”,
(dalam bahasa Jepang : Dokuritsu Zyunby Tyoosakai). BPUPKI bertugas
untuk mempelajari dan menyelidiki hal-hal penting yang berhubungan dengan
segi-segi politik, ekonomi, pemerintahan dan lain-lainnya yang dibutuhkan dalam
usaha pembentukan Negara Indonesia merdeka.
Pada hari itu diumumkan sebagai
ketua (Kaicoo) Dr.KRT. Rajiman Widyodiningrat, yang kemudian mengusulkan
bahwa agenda pada persidangan pertama
BPUPKI adalah membahas tentang dasar Negara. BPUPKI dilantik tanggal 28 Mei
1945 oleh Letnan Jendral Kumakuci Harada, Paanglima Tentara Jepang XVI di Jawa,
dengan beranggotakan 67 orang,terdiri dari 60 orang
yang dianggap tokoh dari Indonesia dan 7 orang anggota Jepang dan keturunan
Indonesia lainnya tanpa hak suara. Pada sidang yang kedua (10 Juli-17 Juli)
Pemerintah
Jepang menambah 6 orang anggota bangsa Indonesia.
Ketua : Dr.KRT. Rajiman Widyodiningrat
Kelahiran : Yogyakarta, 12 April 1879
Jabatan : Anggota Tyuuoo Sangi In, Pertanian di
Bulak Ngalaran Walikukun Kab. Ngawi
Wakil ketua :
1. Raden
Panji Soeroso
Kelahiran : Sidoarjo 3-11-1893; jabatan
Jabatan : Gubernur Jateng I
2.
Yoshio Ichibangase (wakil Jepang)
(profil anggota BPUPKI dapat diakses melalui daftar anggota
BPUPKI)
Ruang lingkup
tugas badan ini sangat terbatas yaitu, melakukan penyelidikan usaha persiapan
kemerdekaan Indonesia, menurut Yosio Ichibangase setelah pekerjaan badan ini
selesai maka Jepang membentuk panitia lain yang bertugas mempersiapkan
kemerdekaan Indonesia. Sehingga ada upaya pemerintah Jepang untuk tidak
menggunakan hasil keputusan lembaga ini sebagai rekomendasi pada Pemerintah Indonesia
ketika merdeka.
2.1.2 Masa Persidangan I BPUPKI (29 Mei–1 Juni 1945)
Masa
persidangan pertama BPUPKI dimulai pada tanggal 29 Mei 1945 sampai dengan 1
Juni 1945. Pada masa persidangan ini, BPUPKI membahas rumusan dasar negara
untuk Indonesia merdeka. BPUPKI meminta anggotanya untuk memberi pandangan umum
tentang dasar Indonesia merdeka atau philosofische grondslag. Pada
persidangan dikemukakan berbagai pendapat tentang dasar negara yang akan
dipakai Indonesia merdeka. Pembicara pada sidang pleno tersebut adalah Mr.
Mohammad Yamin, Ki Bagoes Hadi dan KH Wachid Hasjim, Mr. Supomo, serta Ir.
Sukarno.
Berikut isi yang disampaikan Mr. Mohammad Yamin pada
29 Mei 1945 dalam pidatonya mengajukan usulan secara lisan mengenai dasar
Negara kebangsaan. Pemikirannya diberi judul ”Asas dan Dasar Negara Kebangsaan
Republik Indonesia” yang rumusannya terdiri atas 5 butir yaitu :
1.
peri kebangsaan;
2.
peri kemanusiaan;
3.
peri ketuhanan;
4.
peri kerakyatan;
5.
kesejahteraan rakyat.
Sedangkan
naskah tertulisnya disampaikan oleh Moh.Yamin setelah persidangan BPUPKI
selesai. Usulan tertulis yang disampaikan kepada BPUPKI oleh Muh.Yamin berbeda
dengan rumusan kata-kata dan sistematikanya dengan yang dipresentasikan secara
lisan. Adapun draf usulan M.Yamin adalah :
1)
Ketuhanan Yang Maha
Esa
2)
Kebangsaan Persatuan
Indonesia
3)
Rasa Kemanusiaan yang
Adil dan Beradab
4)
Kerakyatan yang
dipimpin oleh Hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
5)
Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia
Setelah
Muhammad Yamin menyampaikan gagasannya pada sidang pleno BPUPKI pada hari
pertama, maka yang menjadi juru bicara untuk menyampaikan mengenai pandangan
hidup pada hari kedua yaitu tanggal 30 Mei adalah Ki Bagoes dan KH.Wachid
Hasyim. Beliau berdua adalah wakil dari kelompok Islam, yang sampai akhir
persidangan tidak memberikan draf tertulis mengenai usulan pandangan hidupnya.Dalam sidang BPUPKI tanggal 31 Mei 1945, Dr. Soepomo menyampaikan bahwa dasar Negara Indonesia merdeka adalah dasar Negara kebangsaan atau integralistik (susunan masyarakat yang integral, segala golongan, segala bagian, segala anggotanya berhubungan erat satu sama lain dan merupakan persatuan masyarakat yang organis). Beliau mengusulkan hal-hal yang berkaitan dengan dasar Negara sebagai berikut :
a)
Saya mengusulkan
pendirian negara nasional yang bersatu dalam totaliter sebagaimana seperti yang
saya uraikan tadi, yaitu negara yang tidak akan mempersatukan diri dengan
golongan terbesar, akan tetapi yang mengatasi semua golongan, baik golongan
besar atau kecil. Dalam negara yang bersatu itu urusan agama diserahkan kepada
golongan-golongan agama yang bersangkutan.
b)
Kemudian dianjurkan
supaya para warga negara takluk kepada Tuhan supaya tiap-tiap waktu ingat
kepada Tuhan.
c)
Mengenai kerakyatan
disebutkan sebagai berikut : untuk menjamin supaya pimpinan negara, terutama
kepala negara terus-menerus bersatu jiwa dengan rakyat dalam susunan
pemerintahan negara Indonesia harus dibentuk sistem badan permusyawaratan.
Kepala negara akan terus bergaul dengan badan permusyawaratan supaya senatiasa
mengetahui dan merasakan rasa keadilan dan cita-cita rakyat.
d)
Dalam lapangan ekonomi
negara akan bersifat kekeluargaan juga, oleh karena kekeluargaan itu sifat
masyarakat timur yang harus kita pelihara sebaik-baiknya. Sistem
tolong-menolong, sistem koperasi hendaknya dipakai sebagai salah satu dasar
ekonomi negara Indonesia yang makmur, bersatu, berdaulat, adil.
e)
Mengenai hubungan
antar bangsa,supaya negara Indonesia bersifat negara Asia Timur raya, anggota
dari kekeluargaan Asia Timur Raya.
Dalam pidatonya
beliau menyampaikan setiap warga dianjurkan untuk hidup berketuhanan tetapi
urusan agama terpisah dari urusan Negara, dibentuk Badan Musyawarah agar
pemimpin Negara bersatu jiwa dengan wakil rakyat, sistem ekonomi diatur
berdasarkan azas kekeluargaan, tolong menolong dan sistem kooperasi, Negara
Indonesia yang besar atas semangat kebudayaan Indonesia asli.A.G Pringgodigdo (dalam Rindjin, 2012: 48), menyimpulkan rumusan dasar Negara dari pidato Soepomo tersebut sebagai berikut :
1)
Dasar persatuan dan
kekeluargaan;
2)
Takluk kepada Tuhan;
3)
Kerakyatan;
4)
Dalam lapangan ekonomi
Negara bersifat kekeluargaan;
5)
Negara Indonesia
bersifat Asia Timur Raya.
Menurut
Notosoesanto (1984: 26), dasar-dasar untuk Indonesia Merdeka yang diajukan
Prof. Soepomo adalah sebagai berikut :
1)
Persatuan;
2)
Kekeluargaan;
3)
Keseimbangan lahir
batin;
4)
Musyawarah; dan
5)
Keadilan rakyat.
Pada 1 Juni 1945 Ir.Soekarno
yang menyampaikan usulan philosopische grondslag sebagai fundamen,
filsafat, pikiran yang sedalam-dalamnya, jiwa hasrat Indonesia Merdeka yang
kemudian dikenal sebagai hari lahir Pancasila. Gagasan mengenai rumusan lima
sila dasar negara Republik Indonesia yang dikemukakan oleh Ir.
Soekarno tersebut kemudian dikenal dengan istilah "Pancasila"
(istilah yang pada rumusannya ini atas saran seorang ahli bahasa, Muh Yamin,
yang duduk di sebelah Soekarno). Masih menurut Soekarno bilamana diperlukan
gagasan mengenai rumusan Pancasila ini
dapat diperas menjadi "Trisila" (Tiga Sila), yaitu: “1. Sosionasionalisme; 2.
Sosiodemokrasi; dan 3. Ketuhanan Yang Berkebudayaan”. Bahkan masih
menurut Ir. Soekarno lagi, Trisila tersebut bila hendak diperas kembali
dinamakannya sebagai "Ekasila" (Satu Sila), yaitu merupakan sila:
“Gotong-Royong”, ini adalah merupakan upaya dari Bung
Karno dalam menjelaskan bahwa konsep gagasan mengenai rumusan
dasar negara Republik Indonesia yang dibawakannya tersebut adalah berada dalam
kerangka "satu-kesatuan", yang tak terpisahkan satu dengan lainnya.
Masa persidangan BPUPKI yang pertama ini dikenang dengan sebutan detik-detik lahirnya Pancasila dan
tanggal 1 Juni ditetapkan dan diperingati sebagai hari
lahirnya Pancasila.
Adapun rumusan Pancasila yang
disampaikan Soekarno dalam pidatonya tanpa teks, adalah :
1)
Kebangsaan Indonesia
2)
Internasionalisme, atau
peri-kemanusiaan
3)
Mufakat atau demokrasi
4)
Kesejahteraan sosial
5)
Ke-Tuhanan yang berkebudayaan
Selama
reses antara 2 Juni—9 Juli 1945, delapan orang anggota BPUPKI ditunjuk sebagai
panitia kecil yang bertugas untuk menampung dan menyelaraskan usul-usul anggota
BPUPKI yang telah masuk. Tim kecil ini bertugas untuk melakukan dokumentasi
usulan-usulan yang ada secara tertulis paling lambat tanggal 20 Juni 1945.
Anggota panitia kecil tersebu juga dikenal dengan Panitia yang anggotanya :
1)
Ir.Soekarno
2)
M.Hatta
3)
M.Soetarjo
4)
KH.W.Hasyim
5)
Ki Bagoes
6)
Otista
7)
M.Yamin
8)
Andre Maramis
Pada
tanggal 22 Juni 1945, Panitia Delapan mengadakan rapat dengan 38 orang anggota
Badan Penyelidik, yaitu anggota-anggota yang menghadiri sidang Chou Sangi In
(sebuah badan penasehat yang dibentuk pemerintah penduduk Jepang) di Jakarta.
Dalam rapat itu, Panitia Delapan berhasil menghimpun usulan para anggota yang
menyangkut beberapa masalah penting yaitu :
1)
Permintaan Indonesia merdeka
selekas-lekasnya
2)
Dasar Negara
3)
Unifikasi dan federasi
4)
Dearah negara Indonesia
5)
Badan perwakilan rakyat
6)
Badan penasehat
7)
Bentuk negara dan kepala negara
8)
Pembelaan Negara, dan
9)
Keungan
Tim
ini juga mengusulkan kepada pemerintah Jepang terkait dengan: Penetapan bentuk
negara dan hukum dasar Negara, permintaan kemerdekaan secepatnya, merekomendasi
kepada Jepang untuk membuat badan persiapan secepat mungkin dan pembentukan
tentara kebangsaan serta administrasi masalah keuangan.
Di
akhir rapat, Panitia Delapan mengambil inisiatif membentuk Panita kecil lain
yang disebut dengan Panitia Sembilan karena kebutuhan untuk mencari modus antara
golongan Islam dan golongan kebangsaan mengenai masalah agama dan negara.
Panitia Sembilan beranggotakan :
Rapat
Panitia Sembilan pada 22 Juni 1945, menghasilkan rancangan Hukum Dasar yang
dikenal dengan Piagam Jakarta. Pada bagian akhir dari naskah rancangan
Pembukaan Hukum Dasar (Piagam Jakarta) terdapat rumusan dasar negara sebagai
berikut.
1. Ketuhanan,
dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya
2.
Kemanusiaan yang adil dan beradab
3.
Persatuan Indonesia
4.
Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat, kebijaksanaan dalam permusyarawaratan/perwakilan
5. Keadilan
sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.
2.1.3 Masa
Persidangan II BPUPKI (10–17 Juli 1945)
Masa
persidangan BPUPKI yang kedua berlangsung sejak tanggal 10 Juli 1945 hingga tanggal 14 Juli 1945. Agenda sidang BPUPKI kali ini
mengenai bentuk Negara, batas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kewarganegaraan Indonesia, rancangan Undang-Undang
Dasar,
ekonomi dan keuangan, pembelaan negara, serta pendidikan. Pada rapat ini,
dokumen Rancangan Pembukaan Hukum Dasar (Piagam Jakarta) dibahas kembali
secara resmi dalam rapat pleno tanggal 10 dan 14 Juli 1945. Rancangan Pembukaan
Hukum Dasar tersebut dipecah menjadi 2 dokumen berbeda yaitu Declaraton of
Independence (dari paragraf 1—3 yang diperluas menjadi 12 paragraf) dan
Pembukaan (dari paragaraf 4 tanpa perluasan sedikitpun.
Rumusan
yang diterima oleh rapat BPUPKI tanggal 14 Juli 1945 hanya sedikit berbeda
dengan rumusan Piagam Jakarta yaitu menghilangkan kata “serta” dalam sub anak
kalimat terakhir. Rumusan dasar Negara hasil sidang BPUPKI yakni :
“…dengan
berdasarkan kepada: Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan
Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan-perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.”
2.2 PROSES PENGESAHAN PANCASILA
2.2.1 Pembentukan PPKI
Menyerahkan kekaisaran Jepang yang
mendadak dan diikuti dengan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang diumumkan
sendiri oleh Bangsa Indonesia (lebih awal kesepakatan semula dengan Tentara
Angkatan Darat XVI Jepang) menimbulkan situasi darurat yang harus segera
diselesaikan. Karna desakan para tokoh Indonesia, akhirnya Jepang menyetujui
untuk membentuk badan persiapan kemerdekaan dengan membentuk PPKI (Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia) pada 7 Agustus 1945 yang beranggotakan 21 orang (12 orang dari
Jawa, 3 orang dari Kalimantan, 1 orang dari Sulawes, 1 orang dari Nusa
Tenggara, 1 orang dari Maluku, 1 orang dari golongan Tionghoa). Susunan awal
anggota PPKI adalah sebagai berikut :
Selanjutnya tanpa sepengetahuan Jepang, keanggotaan
bertambah 6 yaitu:
Tanggal 8
Agustus 1945, sebagai
pimpinan PPKI yang baru, Soekarno, Hatta dan Radjiman Wedyodiningrat diundang ke Dalat untuk bertemu Marsekal
Terauchi. Setelah pertemuan tersebut, PPKI tidak dapat bertugas karena para
pemuda mendesak agar proklamasi kemerdekaan tidak dilakukan atas nama PPKI,
yang dianggap merupakan alat buatan Jepang. Bahkan rencana rapat 16
Agustus 1945 tidak dapat
terlaksana karena terjadi peristiwa Rengasdengklok.
2.2.2 Peristiwa
Rengasdengklok
Peristiwa Rengasdengklok adalah
peristiwa penculikan yang dilakukan oleh sejumlah pemuda antara lain Soekarni, Wikana dan Chaerul
Saleh
dari perkumpulan "Menteng 31" terhadap Soekarno dan Hatta. Peristiwa ini
terjadi pada tanggal 16 Agustus 1945 pukul 03.00. WIB, Soekarno dan Hatta dibawa
ke Rengasdengklok, Karawang, untuk
kemudian didesak agar mempercepat proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia,sampai
dengan terjadinya kesepakatan antara golongan tua yang diwakili Soekarno dan
Hatta serta Mr. Achmad Subardjo dengan golongan muda tentang kapan
proklamasi akan dilaksanakan terutama setelah Jepang mengalami kekalahan dalam
Perang Pasifik.
Menghadapi desakan tersebut,
Soekarno dan Hatta tetap tidak berubah pendirian. Sementara itu di Jakarta,
Chairul dan kawan-kawan telah menyusun rencana untuk merebut kekuasaan. Tetapi
apa yang telah direncanakan tidak berhasil dijalankan karena tidak semua
anggota PETA mendukung
rencana tersebut.
Proklamasi kemerdekaan Republik
Indonesia rencananya akan dibacakan Bung Karno dan Bung Hatta pada hari Jumat, 17
Agustus 1945 di lapangan
IKADA(yang sekarang telah menjadi lapangan Monas) atau di rumah Bung Karno di
Jl.Pegangsaan Timur 56. Dipilih rumah Bung Karno karena di lapangan IKADA sudah
tersebar bahwa ada sebuah acara yang akan diselenggarakan, sehingga
tentara-tentara jepang sudah berjaga-jaga, untuk menghindari kericuhan, antara penonton-penonton
saat terjadi pembacaan teks proklamasi, dipilihlah rumah Soekarno di jalan
Pegangsaan Timur No.56. Teks Proklamasi disusun di Rengasdengklok, di rumah
seorang Tionghoa, Djiaw Kie Siong. Bendera Merah Putih sudah
dikibarkan para pejuang di Rengasdengklok pada Kamis tanggal 16
Agustus, sebagai persiapan untuk proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Karena tidak mendapat berita dari
Jakarta, maka Jusuf Kunto dikirim untuk berunding dengan
pemuda-pemuda yang ada di Jakarta. Namun sesampainya di Jakarta, Kunto hanya
menemui Wikana dan Mr. Achmad
Soebardjo, kemudian Kunto dan Achmad Soebardjo ke Rangasdengklok untuk
menjemput Soekarno, Hatta, Fatmawati dan Guntur. Achmad
Soebardjo mengundang Bung Karno dan Hatta berangkat ke Jakarta untuk membacakan
proklamasi di Jalan Pegangsaan Timur 56. Pada tanggal 16 tengah malam rombongan
tersebut sampai di Jakarta.
Keesokan harinya, tepatnya tanggal 17
Agustus 1945 pernyataan
proklamasi dikumandangkan dengan teks proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang diketik
oleh Sayuti Melik menggunakan mesin ketik yang
"dipinjam" (tepatnya sebetulnya diambil) dari kantor Kepala
Perwakilan Angkatan Laut Jerman, Mayor (Laut) Dr. Hermann Kandeler.
2.2.3 Sidang
PPKI (18 Agustus 1945)
Pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI
mengadakan sidangnya yang pertama. Pada sidang ini PPKI membahas konstitusi
negara Indonesia, Presiden dan Wakil Presiden Indonesia, serta lembaga yang
membantu tugas Presiden Indonesia. PPKI membahas konstitusi negara Indonesia
dengan menggunakan naskah Piagam Jakarta yang telah disahkan BPUPKI. Namun,
sebelum sidang dimulai, Bung Hatta dan beberapa tokoh Islam mengadakan
pembahasan sendiri untuk mencari penyelesaian masalah kalimat ”... dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” pada kalimat
”Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.
Tokoh-tokoh Islam yang membahas adalah Ki Bagus Hadikusumo, Kasman Singodimejo,
K.H. Abdul Wachid Hasyim, dan Teuku Moh. Hassan. Mereka perlu membahas hal
tersebut karena pesan dari pemeluk agama lain dan terutama tokoh-tokoh dari
Indonesia bagian timur yang merasa keberatan dengan kalimat tersebut. Mereka
mengancam akan mendirikan negara sendiri apabila kalimat tersebut tidak diubah.
Dalam waktu yang tidak terlalu lama, dicapai kesepakatan untuk menghilangkan
kalimat ”... dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya”. Hal ini dilakukan untuk menjaga persatuan dan kesatuan
bangsa Indonesia. Kita harus menghargai nilai juang para tokoh-tokoh yang
sepakat menghilangkan kalimat ”.... dengan kewajiban menjalankan syariat Islam
bagi pemeluk-pemeluknya.” Para tokoh PPKI berjiwa besar dan memiliki rasa
nasionalisme yang tinggi. Mereka juga mengutamakan kepentingan bangsa dan
negara di atas kepentingan pribadi dan golongan. Adapun tujuan diadakan
pembahasan sendiri tidak pada forum sidang agar permasalahan cepat selesai.
Dengan disetujuinya perubahan itu maka segera sidang pertama PPKI dibuka.
1.
Menetapkan dan mengesahkan pembukaan
UUD 1945 dan UUD 1945
2.
Memilih presiden dan wakil presiden
(Sukarno dan Moh. Hatta)
3.
Membentuk Komite Nasional Indonesia
sebagai badan musyawarah darurat.
Pancasila yang direfisi:
1. ke-Tuhanan
Yang Maha Esa,
2. Kemanusiaan
yang adil dan beradab,
3. Persatuan
Indonesia
4. Dan
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan
5.
Serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.
2.3 DINAMIKA
PANCASILA SETELAH KEMERDEKAAN
2.3.1 Rumusan
VI: Konstitusi RIS
Pendudukan wilayah Indonesia oleh NICA menjadikan
wilayah Republik Indonesi semakin kecil dan terdesak. Akhirnya pada akhir 1949 Republik Indonesia yang berpusat di Yogyakarta (RI Yogyakarta) terpaksa menerima
bentuk negara federal yang disodorkan pemerintah kolonial Belanda dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS) dan hanya menjadi sebuah negara bagian saja. Walaupun UUD
yang disahkan oleh PPKI pada 18 Agustus 1945 tetap berlaku bagi RI Yogyakarta,
namun RIS sendiri mempunyai sebuah Konstitusi Federal (Konstitusi RIS) sebagai
hasil permufakatan seluruh negara bagian dari RIS. Dalam Konstitusi RIS rumusan
dasar negara terdapat dalam Mukaddimah (pembukaan) paragraf ketiga. Konstitusi
RIS disetujui pada 14 Desember 1949 oleh enam
belas negara bagian dan satuan kenegaraan yang tergabung dalam RIS. Sehingga
ada perubahan dalam Pancasila:
- ke-Tuhanan Yang Maha Esa,
- perikemanusiaan,
- kebangsaan,
- kerakyatan
- dan keadilan sosial
2.3.2 Rumusan
VII: UUD Sementara
Segera setelah RIS berdiri, negara
itu mulai menempuh jalan kehancuran. Hanya dalam hitungan bulan negara bagian
RIS membubarkan diri dan bergabung dengan negara bagian RI Yogyakarta. Pada Mei
1950 hanya ada tiga negara bagian yang tetap eksis yaitu RI Yogyakarta, NIT,
dan NST. Setelah melalui beberapa pertemuan yang intensif RI Yogyakarta dan
RIS, sebagai kuasa dari NIT dan NST, menyetujui pembentukan negara kesatuan dan
mengadakan perubahan Konstitusi RIS menjadi UUD Sementara. Perubahan tersebut
dilakukan dengan menerbitkan UU RIS No 7 Tahun 1950 tentang Perubahan
Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat menjadi Undang-Undang Dasar
Sementara (LN RIS Tahun 1950 No 56, TLN RIS No 37) yang disahkan tanggal 15
Agustus 1950. Rumusan dasar negara kesatuan ini terdapat dalam paragraf keempat
dari Mukaddimah (pembukaan) UUD Sementara Tahun 1950.
2.3.3 Rumusan
VIII: UUD 1945
Kegagalan Konstituante untuk menyusun
sebuah UUD yang akan menggantikan UUD Sementara yang disahkan 15 Agustus 1950
menimbulkan bahaya bagi keutuhan negara. Untuk itulah pada 5 Juli 1959 Presiden
Indonesia saat itu, Sukarno, mengambil langkah mengeluarkan Dekrit Kepala
Negara yang salah satu isinya menetapkan berlakunya kembali UUD yang disahkan
oleh PPKI pada 18 Agustus 1945 menjadi UUD Negara Indonesia menggantikan UUD Sementara.
Dengan pemberlakuan kembali UUD 1945 maka rumusan Pancasila yang terdapat dalam
Pembukaan UUD kembali menjadi rumusan resmi yang digunakan.
Rumusan ini pula yang diterima oleh
MPR, yang pernah menjadi lembaga tertinggi negara sebagai penjelmaan kedaulatan
rakyat antara tahun 1960-2004, dalam berbagai produk ketetapannya, di
antaranya:
1.
Tap MPR No XVIII/MPR/1998 tentang
Pencabutan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia No.
II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya
Pancakarsa) dan Penetapan tentang Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara, dan
2.
Tap MPR No III/MPR/2000 tentang
Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, dapat
disimpulkan bahwa Pancasila mengalami proses perumusan yang panjang dan berat,
mulai dari persidangan pertama BPUPKI hingga persidangan kedua BPUPKI.
Pancasila disahkan pada persidangan PPKI pada 18 Agustus 1945. Rumusan
Pancasila dikumandangkan kepada seluruh bangsa Indonesia pada tanggal 17
Agustus 1945. Dinamika rumusan Pancasila masih terjadi setelah proklamasi
kemerdekaan. Ternyata masih banyak ditemukan perbedaan pemahaman ideologi
Pancasila dari masa ke masa.
3.2
Saran
Diharapkan untuk setiap Warga Negara
Indonesia untuk lebih memahami dan mendalami hakikat Pancasila serta proses
perumusan dan pengesahan Pancasila sebagai bukti cinta tanah air dan
penghargaan terhadap perjuangan para tokoh perumus Pancasila dan terhadap
ideologi Pancasil itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Tim Pendidikan
Pancasila Unesa. 2014. Pendidikan Pancasila. Surabaya: UnesaUniversity
Press.
Tim Penyusun
MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya. 2011. Merevitalisasi Pendidikan Pancasila
Sebagai Pemandu Reformasi. Surabaya: IAIN SA Press.
Abrianto, Bagus
Oktafian. 2009. Perbandingan Pendapat Mr. Muh. Yamin Prof. Dr. Soepomo Ir.
Soekarno Tentang Dasar Negara Indonesia Dalam Sidang Bpupki 1. [online].
Tersedia di: http://bagusoktafian.blogspot.co.id/2009/03/perbandingan-pendapat-mr-muh-yamin-prof.html. Diakses pada
tanggal 27 September 2015.
Artika, Cita
Denti. Pembentukan dan Persidangan BPUPKI. [online]. Tersedia di: https://citadastmikpringsewu.wordpress.com/mata-kuliah/pancasila/pembentukan-dan-persidangan-bpupki/. Diakses
tanggal 27 September 2015.
Para
kontributor Wikipedia. 2010. Daftar anggota BPUPKI-PPKI. Wikipedia,
Ensiklopedia Bebas. [online]. Tersedia di: https://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_anggota_BPUPKI-PPKI. Diakses
tanggal 29 September 2015.
Rifai, Ahmad.
2014. Proses Perumusan dan Pengesahan Pancasila sebagai Dasar Negara. [online].
Tersedia di: http://mahasiswa.ung.ac.id/613413023/home/2014/3/26/proses-perumusan-dan-pengesahan-pancasila-sebagai-dasar-negara.html. Diakses
tanggal 3 Oktober 2015.