"It's nothing. It's just words" you said. Person talk in sense. Author write in purpose. Nothing meaningless when the brain and the heart pulled together.

Categories

Sabtu, 03 Oktober 2015

PROSES PERUMUSAN DAN PENGESAHAN PANCASILA


MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA
PROSES PERUMUSAN DAN PENGESAHAN PANCASILA
                                                                                    
                                 

OLEH :
MAYADDAH AINI NUR AZIZAH
(15030174010)

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
FAKULTAS METEMATIKA DA ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN MATEMATIKA
2015



BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
            Setiap pemikiran, sikap, dan tindakan berbangsa dan bernegara haruslah berlandaskanazas-azas Negara. Kita sebagai warga Negara Indonesia yang taat azas harus mampu memahami dan menjiwai serta mampu mengimplementasikan Pancasila dalam kehidupan sosial politik dimanapun dan kapanpun. Pancasila dan UUD 1945 merupakan landasan nyata dalam membangun Negara Republik Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil serta makmur. Maka dari itu setiap warga Negara harus memahami dan menerapkan nilai-nilai landasan Negara secara nyata, terutama Pancasila.
            Pada zaman modern ini, banyak ditemukan masyarakat yang tidak begitu memahami makna dan hakekat Pancasila. Masyarakat mengaku telah menerapkan nilai-nilai Pancasila. Namun secara kasat mata masih ditemukan banyak sikap dan tindakan yang menyimpang jauh dari dasar ideologi bangsa ini. Terjadinya kasus HAMBALANG, kasus penyalahgunaan pengadaan haji, dan kasus simulator SIM yang merupakan contoh kongkrit kejahatan korupsi, kolusi, dan nepotisme yang terjadi di Negara kita menjadi salah satu bukti bahwa ideologi Pancasila tidak dimaknai dengan hati dan tidak diterapkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, baik rakyat kecil maupun pejabat tinggi Negara. Penyimpangan dasar ideologi Pancasila juga seringkali terjadi dalam lingkup terkecil masyarakat, hal-hal sepele yang dilakukan generasi muda seperti mencontek dalam ujian, pelanggaran lalu lintas, tawuran antar pelajar,  dan konvoi rusuh yang mengganggu ketertiban umum ikut menjadi bukti bahwa ideologi Pancasila tidak benar-benar dikenal oleh masyarakat.
            Pengenalan dan penanaman nilai-nilai Pancasila secara perlahan dan konsisten dapat meminimalisir tindakan penyimpangan dan kejahatan ideologi dalam masyarakat. Tidak hanya isi atau butir-butir, sangat diperlukan pula pengenalan sejarah terbentuknya Pancasila baik dari segi proses perumusan hingga pengesahan  agar masyarakat terutama generasi muda dapat benar-benar memahami, menghargai,dan mengamalkan Pancasila yang disusun tidak hanya dengan tinta, namun dengan darah dan keringat para pahlawan pendiri tanah air Indonesia. Proses perumusan Pancasila memiliki alur yang panjang dan rumit, begitu pula proses pengesahannya. Oleh sebab itu, sudah selayaknya sebagai warga Negara Republik Indonesia untuk mengetahui dan mempelajari sejarah perumusan serta pengesahan Pancasila sebagai bentuk penghargaan kepada para penyusun Pancasila dan kepada ideologi Pancasila itu sendiri.

1.2  TUJUAN
Mengetahui dan memahami proses perumusan dan pengesahan Pancasila.

1.3  RUMUSAN MASALAH
1.3.1        Bagaimana proses perumusan Pancasila?
1.3.2        Bagaimana proses pengesahan Pancasila?





BAB II
PEMBAHASAN

            Dengan adanya perubahan suhu politk global yaitu dengan banyak bermunculannya Negara-negara baru yang telah memperoleh kemerdekaan karena semangat kesadaran untuk mandiri pada Negara-negara bekas jajahan, termasuk juga kebangkitan di Negara-negara asia seperti Philipna merdeka pada tahun 1839 yang dipelopori Joze Rizal, kemenangan Jepang atas Rusia di Tsunia (1905). Menjadikan rakyat Indonesia lelah menunggu janji penjajah Belanda tentang kemerdekaan Indonesia sampai akhir penjajahan Belanda tanggal 10 Maret 1940. Hal ini memicu kekesalan dan ketidakpercayaan Indonesia terhadap Belanda.
            Pada tanggal 5 Maret 1942 Batavia jatuh di tangan Jepang, dan perlawanan Belanda terhadap Jepang berakhir di Bandung pada tanggal 8 Maret 1942, jendral Ter Poorter sebagai panglima tertinggi Angkatan Darat sekutu di Jawa menyerah dengan tanpa syarat, yang diikuti dengan ditawan dan dibawanya keluar Jawa, gubernur Tjarda Van Starkenborgh Starchouwer dengan para pembesar Belanda lainnya, sehingga terhitung sejak itu secara formal dimulai masa pendudukan Jepang di Indonesia. Masuknya Jepang ke Indonesia disambut gembira karena menganggap Jepang akan membebaskan rakyat Indonesia dari penjajahan dan memberikan kebebasan kepada rakyat Indonesia untuk menunjukkan rasa nasionalismenya dengan mengibarkan bendera merah putih dan mengumandangkan lagu Indonesia Raya.
            Dengan propaganda “Jepang pemimpin Asia, Jepang saudara tua bangsa Indonesia” diterima dengan sukarela, karena adanya harapan yang cuup besar dari pemerintah Jepang untuk memberikan kemerdekaan bagi Indonesia. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang no.1 tahun 1942, yaitu sebelum pemerintah Hindia Belanda menyerang. Kedatangan Jepang membawa misi untuk memperbaiki nasib rakyat Indonesia dengan moto Tan Asia. Jepang merupakan serumpun dengan Indonesia sehingga menganggap dirinya mampu mewujudkan ketentraman di Asia raya.
            Ternyata masuknya Jepang ke Indonesia tidak nerubah bentuk imperialism barat, yang terjadi justru penyengsaraan kehidupan rakyat menambah penderitaan. Akhirnya, pada tanggal 7 September 1944 Pemerintah Jepang di Tokyo memberikan janji untuk memberi kemerdekaan kepada Indonesia sebagai hadiah dari pemerintahan Jepang yang diucapkan oleh perdana mentri Koiso dihadapan parlemen Jepang, “The Japanese empire (hreby) annonce the future independence of all Indonesian people” yang artinya kekaisaran Jepang (dengan ini) mengumumkan kemerdekaan pada masa yang akan datang bagi segenap bangsa Indonesia. [3]Pemberian janji tersebut tidak terlepas dari perhitungan strategi Jepang yang melihat Indonesia kaya akan potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia, yang dapat dimanfaatkan untuk memeberikan dukungan pada angkatan perang Jepang dalam memenangkan Perang Dunia II melawan sekutu. Akan tetapi janji itu baru direalisasikan setelah bala tentara Jepang mengalami kekalahan-kekalahan dengan sekutu, dan area desakan pemimpin pergerakan bangsa Indonesia yang memaksa pemerintahan Jepang membentuk Dokuritzu Zyumbi Tyoosakai (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang terwujud pada tanggal 29 April 1945 bertepatan dengan ulang tahun kaisar Jepang Tenno Haika.

2.1 PROSES PERUMUSAN PANCASILA
2.1.1 Pembentukan BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia)
            Menyusul kekalahan dari Sektu, Kaisar Jepang Tenno Haika bersamaan dengan hari ulang tahunnya pada tanggal 29 April 1945 berjanji memberi hadiah ulang tahun kepada bangsa Indonesia yaitu janji kedua pemerintah Jepang berupa kemerdekaan tanpa syarat. Janji itu disampaikan seminggu sebelum pemerintah Jepang menyerah, dengan Maklumat Gunseikan (Pembesar tertinggi Sipil Pemerintah Militer Jepang di Jawa-Madura) No.23.
            Dengan Maklumat Genseikan tanggal 29 April 1945 tersebut, secara resmi dibentuk suatu Badan Penyelidik Usaha-usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), disingkat “Badan Penyelidik”, (dalam bahasa Jepang : Dokuritsu Zyunby Tyoosakai). BPUPKI bertugas untuk mempelajari dan menyelidiki hal-hal penting yang berhubungan dengan segi-segi politik, ekonomi, pemerintahan dan lain-lainnya yang dibutuhkan dalam usaha pembentukan Negara Indonesia merdeka.
            Pada hari itu diumumkan sebagai ketua (Kaicoo) Dr.KRT. Rajiman Widyodiningrat, yang kemudian mengusulkan bahwa  agenda pada persidangan pertama BPUPKI adalah membahas tentang dasar Negara. BPUPKI dilantik tanggal 28 Mei 1945 oleh Letnan Jendral Kumakuci Harada, Paanglima Tentara Jepang XVI di Jawa, dengan beranggotakan 67 orang,terdiri dari 60 orang yang dianggap tokoh dari Indonesia dan 7 orang anggota Jepang dan keturunan Indonesia lainnya tanpa hak suara. Pada sidang yang kedua (10 Juli-17 Juli) Pemerintah Jepang menambah 6 orang anggota bangsa Indonesia.
Ketua               : Dr.KRT. Rajiman Widyodiningrat
                        Kelahiran : Yogyakarta, 12 April 1879
                  Jabatan     : Anggota Tyuuoo Sangi In, Pertanian di Bulak Ngalaran Walikukun Kab. Ngawi
Wakil ketua     :
1.      Raden Panji Soeroso
                        Kelahiran : Sidoarjo 3-11-1893; jabatan
                        Jabatan     : Gubernur Jateng I
2.      Yoshio Ichibangase (wakil Jepang)
(profil anggota BPUPKI dapat diakses melalui daftar anggota BPUPKI)
            Ruang lingkup tugas badan ini sangat terbatas yaitu, melakukan penyelidikan usaha persiapan kemerdekaan Indonesia, menurut Yosio Ichibangase setelah pekerjaan badan ini selesai maka Jepang membentuk panitia lain yang bertugas mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. Sehingga ada upaya pemerintah Jepang untuk tidak menggunakan hasil keputusan lembaga ini sebagai rekomendasi pada Pemerintah Indonesia ketika merdeka.

2.1.2 Masa Persidangan I BPUPKI (29 Mei–1 Juni 1945)
            Masa persidangan pertama BPUPKI dimulai pada tanggal 29 Mei 1945 sampai dengan 1 Juni 1945. Pada masa persidangan ini, BPUPKI membahas rumusan dasar negara untuk Indonesia merdeka. BPUPKI meminta anggotanya untuk memberi pandangan umum tentang dasar Indonesia merdeka atau philosofische grondslag. Pada persidangan dikemukakan berbagai pendapat tentang dasar negara yang akan dipakai Indonesia merdeka. Pembicara pada sidang pleno tersebut adalah Mr. Mohammad Yamin, Ki Bagoes Hadi dan KH Wachid Hasjim, Mr. Supomo, serta Ir. Sukarno.
Berikut isi yang disampaikan Mr. Mohammad Yamin pada 29 Mei 1945 dalam pidatonya mengajukan usulan secara lisan mengenai dasar Negara kebangsaan. Pemikirannya diberi judul ”Asas dan Dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia” yang rumusannya terdiri atas 5 butir yaitu :
1.      peri kebangsaan;
2.      peri kemanusiaan;
3.      peri ketuhanan;
4.      peri kerakyatan;
5.      kesejahteraan rakyat.
            Sedangkan naskah tertulisnya disampaikan oleh Moh.Yamin setelah persidangan BPUPKI selesai. Usulan tertulis yang disampaikan kepada BPUPKI oleh Muh.Yamin berbeda dengan rumusan kata-kata dan sistematikanya dengan yang dipresentasikan secara lisan. Adapun draf usulan M.Yamin adalah :
1)      Ketuhanan Yang Maha Esa
2)      Kebangsaan Persatuan Indonesia
3)      Rasa Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
4)      Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
5)      Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
            Setelah Muhammad Yamin menyampaikan gagasannya pada sidang pleno BPUPKI pada hari pertama, maka yang menjadi juru bicara untuk menyampaikan mengenai pandangan hidup pada hari kedua yaitu tanggal 30 Mei adalah Ki Bagoes dan KH.Wachid Hasyim. Beliau berdua adalah wakil dari kelompok Islam, yang sampai akhir persidangan tidak memberikan draf tertulis mengenai usulan pandangan hidupnya.
            Dalam sidang BPUPKI tanggal 31 Mei 1945, Dr. Soepomo menyampaikan bahwa dasar Negara Indonesia merdeka adalah dasar Negara kebangsaan atau integralistik (susunan masyarakat yang integral, segala golongan, segala bagian, segala anggotanya berhubungan erat satu sama lain dan merupakan persatuan masyarakat yang organis). Beliau mengusulkan hal-hal yang berkaitan dengan dasar Negara sebagai berikut :
a)      Saya mengusulkan pendirian negara nasional yang bersatu dalam totaliter sebagaimana seperti yang saya uraikan tadi, yaitu negara yang tidak akan mempersatukan diri dengan golongan terbesar, akan tetapi yang mengatasi semua golongan, baik golongan besar atau kecil. Dalam negara yang bersatu itu urusan agama diserahkan kepada golongan-golongan agama yang bersangkutan.
b)      Kemudian dianjurkan supaya para warga negara takluk kepada Tuhan supaya tiap-tiap waktu ingat kepada Tuhan.
c)      Mengenai kerakyatan disebutkan sebagai berikut : untuk menjamin supaya pimpinan negara, terutama kepala negara terus-menerus bersatu jiwa dengan rakyat dalam susunan pemerintahan negara Indonesia harus dibentuk sistem badan permusyawaratan. Kepala negara akan terus bergaul dengan badan permusyawaratan supaya senatiasa mengetahui dan merasakan rasa keadilan dan cita-cita rakyat.
d)      Dalam lapangan ekonomi negara akan bersifat kekeluargaan juga, oleh karena kekeluargaan itu sifat masyarakat timur yang harus kita pelihara sebaik-baiknya. Sistem tolong-menolong, sistem koperasi hendaknya dipakai sebagai salah satu dasar ekonomi negara Indonesia yang makmur, bersatu, berdaulat, adil.
e)      Mengenai hubungan antar bangsa,supaya negara Indonesia bersifat negara Asia Timur raya, anggota dari kekeluargaan Asia Timur Raya.
            Dalam pidatonya beliau menyampaikan setiap warga dianjurkan untuk hidup berketuhanan tetapi urusan agama terpisah dari urusan Negara, dibentuk Badan Musyawarah agar pemimpin Negara bersatu jiwa dengan wakil rakyat, sistem ekonomi diatur berdasarkan azas kekeluargaan, tolong menolong dan sistem kooperasi, Negara Indonesia yang besar atas semangat kebudayaan Indonesia asli.
            A.G Pringgodigdo (dalam Rindjin, 2012: 48), menyimpulkan rumusan dasar Negara dari pidato Soepomo tersebut sebagai berikut :
1)      Dasar persatuan dan kekeluargaan;
2)      Takluk kepada Tuhan;
3)      Kerakyatan;
4)      Dalam lapangan ekonomi Negara bersifat kekeluargaan;
5)      Negara Indonesia bersifat Asia Timur Raya.
            Menurut Notosoesanto (1984: 26), dasar-dasar untuk Indonesia Merdeka yang diajukan Prof. Soepomo adalah sebagai berikut :
1)      Persatuan;
2)      Kekeluargaan;
3)      Keseimbangan lahir batin;
4)      Musyawarah; dan
5)      Keadilan rakyat.
            Pada 1 Juni 1945 Ir.Soekarno yang menyampaikan usulan philosopische grondslag sebagai fundamen, filsafat, pikiran yang sedalam-dalamnya, jiwa hasrat Indonesia Merdeka yang kemudian dikenal sebagai hari lahir Pancasila. Gagasan mengenai rumusan lima sila dasar negara Republik Indonesia yang dikemukakan oleh Ir. Soekarno tersebut kemudian dikenal dengan istilah "Pancasila" (istilah yang pada rumusannya ini atas saran seorang ahli bahasa, Muh Yamin, yang duduk di sebelah Soekarno). Masih menurut Soekarno bilamana diperlukan gagasan mengenai rumusan Pancasila ini dapat diperas menjadi "Trisila" (Tiga Sila), yaitu: “1. Sosionasionalisme; 2. Sosiodemokrasi; dan 3. Ketuhanan Yang Berkebudayaan”. Bahkan masih menurut Ir. Soekarno lagi, Trisila tersebut bila hendak diperas kembali dinamakannya sebagai "Ekasila" (Satu Sila), yaitu merupakan sila: “Gotong-Royong”, ini adalah merupakan upaya dari Bung Karno dalam menjelaskan bahwa konsep gagasan mengenai rumusan dasar negara Republik Indonesia yang dibawakannya tersebut adalah berada dalam kerangka "satu-kesatuan", yang tak terpisahkan satu dengan lainnya. Masa persidangan BPUPKI yang pertama ini dikenang dengan sebutan detik-detik lahirnya Pancasila dan tanggal 1 Juni ditetapkan dan diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila.
            Adapun rumusan Pancasila yang disampaikan Soekarno dalam pidatonya tanpa teks, adalah :
1)      Kebangsaan Indonesia
2)      Internasionalisme, atau peri-kemanusiaan
3)      Mufakat atau demokrasi
4)      Kesejahteraan sosial
5)      Ke-Tuhanan yang berkebudayaan

            Selama reses antara 2 Juni—9 Juli 1945, delapan orang anggota BPUPKI ditunjuk sebagai panitia kecil yang bertugas untuk menampung dan menyelaraskan usul-usul anggota BPUPKI yang telah masuk. Tim kecil ini bertugas untuk melakukan dokumentasi usulan-usulan yang ada secara tertulis paling lambat tanggal 20 Juni 1945. Anggota panitia kecil tersebu juga dikenal dengan Panitia yang anggotanya :
1)      Ir.Soekarno
2)      M.Hatta
3)      M.Soetarjo
4)      KH.W.Hasyim
5)      Ki Bagoes
6)      Otista
7)      M.Yamin
8)      Andre Maramis

            Pada tanggal 22 Juni 1945, Panitia Delapan mengadakan rapat dengan 38 orang anggota Badan Penyelidik, yaitu anggota-anggota yang menghadiri sidang Chou Sangi In (sebuah badan penasehat yang dibentuk pemerintah penduduk Jepang) di Jakarta. Dalam rapat itu, Panitia Delapan berhasil menghimpun usulan para anggota yang menyangkut beberapa masalah penting yaitu :
1)      Permintaan Indonesia merdeka selekas-lekasnya
2)      Dasar Negara
3)      Unifikasi dan federasi
4)      Dearah negara Indonesia
5)      Badan perwakilan rakyat
6)      Badan penasehat
7)      Bentuk negara dan kepala negara
8)      Pembelaan Negara, dan
9)      Keungan

            Tim ini juga mengusulkan kepada pemerintah Jepang terkait dengan: Penetapan bentuk negara dan hukum dasar Negara, permintaan kemerdekaan secepatnya, merekomendasi kepada Jepang untuk membuat badan persiapan secepat mungkin dan pembentukan tentara kebangsaan serta administrasi masalah keuangan.
            Di akhir rapat, Panitia Delapan mengambil inisiatif membentuk Panita kecil lain yang disebut dengan Panitia Sembilan karena kebutuhan untuk mencari modus antara golongan Islam dan golongan kebangsaan mengenai masalah agama dan negara. Panitia Sembilan beranggotakan :
1.      Ir. Soekarno (ketua)
2.      Drs. Mohammad Hatta (wakil ketua)
3.      Mr. Achmad Soebardjo (anggota)
4.      Mr. Mohammad Yamin (anggota)
5.      KH. Wahid Hasjim (anggota)
6.      Abdoel Kahar Moezakir (anggota)
7.      Abikoesno Tjokrosoejoso (anggota)
8.      H. Agus Salim (anggota)
9.      Mr. Alexander Andries Maramis (anggota)
           
            Rapat Panitia Sembilan pada 22 Juni 1945, menghasilkan rancangan Hukum Dasar yang dikenal dengan Piagam Jakarta. Pada bagian akhir dari naskah rancangan Pembukaan Hukum Dasar (Piagam Jakarta) terdapat rumusan dasar negara sebagai berikut.
1.      Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya
2.      Kemanusiaan yang adil dan beradab
3.      Persatuan Indonesia
4.      Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat, kebijaksanaan dalam permusyarawaratan/perwakilan
5.      Keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.


2.1.3 Masa Persidangan II BPUPKI (10–17 Juli 1945)

            Masa persidangan BPUPKI yang kedua berlangsung sejak tanggal 10 Juli 1945 hingga tanggal 14 Juli 1945. Agenda sidang BPUPKI kali ini mengenai bentuk Negara, batas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kewarganegaraan Indonesia, rancangan Undang-Undang Dasar, ekonomi dan keuangan, pembelaan negara, serta pendidikan. Pada rapat ini, dokumen Rancangan Pembukaan Hukum Dasar (Piagam Jakarta) dibahas kembali secara resmi dalam rapat pleno tanggal 10 dan 14 Juli 1945. Rancangan Pembukaan Hukum Dasar tersebut dipecah menjadi 2 dokumen berbeda yaitu Declaraton of Independence (dari paragraf 1—3 yang diperluas menjadi 12 paragraf) dan Pembukaan (dari paragaraf 4 tanpa perluasan sedikitpun.
            Rumusan yang diterima oleh rapat BPUPKI tanggal 14 Juli 1945 hanya sedikit berbeda dengan rumusan Piagam Jakarta yaitu menghilangkan kata “serta” dalam sub anak kalimat terakhir. Rumusan dasar Negara hasil sidang BPUPKI yakni :

            “…dengan berdasarkan kepada: Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan-perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”


2.2 PROSES PENGESAHAN PANCASILA
2.2.1 Pembentukan PPKI
            Menyerahkan kekaisaran Jepang yang mendadak dan diikuti dengan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang diumumkan sendiri oleh Bangsa Indonesia (lebih awal kesepakatan semula dengan Tentara Angkatan Darat XVI Jepang) menimbulkan situasi darurat yang harus segera diselesaikan. Karna desakan para tokoh Indonesia, akhirnya Jepang menyetujui untuk membentuk badan persiapan kemerdekaan dengan membentuk PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) pada 7 Agustus 1945 yang beranggotakan 21 orang (12 orang dari Jawa, 3 orang dari Kalimantan, 1 orang dari Sulawes, 1 orang dari Nusa Tenggara, 1 orang dari Maluku, 1 orang dari golongan Tionghoa). Susunan awal anggota PPKI adalah sebagai berikut :
1.      Ir. Soekarno (Ketua)
2.      Drs. Moh. Hatta (Wakil Ketua)
3.      Prof. Mr. Dr. Soepomo (Anggota)
4.      KRT Radjiman Wedyodiningrat (Anggota)
5.      R. P. Soeroso (Anggota)
6.      Soetardjo Kartohadikoesoemo (Anggota)
7.      Kiai Abdoel Wachid Hasjim (Anggota)
8.      Ki Bagus Hadikusumo (Anggota)
9.      Otto Iskandardinata (Anggota)
10.  Abdoel Kadir (Anggota)
11.  Pangeran Soerjohamidjojo (Anggota)
12.  Pangeran Poerbojo (Anggota)
13.  Dr. Mohammad Amir (Anggota)
14.  Mr. Abdul Maghfar (Anggota)
15.  Mr. Teuku Mohammad Hasan (Anggota)
16.  Dr. GSSJ Ratulangi (Anggota)
17.  Andi Pangerang (Anggota)
18.  A.H. Hamidan (Anggota)
19.  I Goesti Ketoet Poedja (Anggota)
20.  Mr. Johannes Latuharhary (Anggota)
21.  Drs. Yap Tjwan Bing (Anggota)
            Selanjutnya tanpa sepengetahuan Jepang, keanggotaan bertambah 6 yaitu:
1.      Achmad Soebardjo (Penasehat)
2.      Sajoeti Melik (Anggota)
3.      Ki Hadjar Dewantara (Anggota)
4.      R.A.A. Wiranatakoesoema (Anggota)
5.      Kasman Singodimedjo (Anggota)
6.      Iwa Koesoemasoemantri (Anggota)
            Tanggal 8 Agustus 1945, sebagai pimpinan PPKI yang baru, Soekarno, Hatta dan Radjiman Wedyodiningrat diundang ke Dalat untuk bertemu Marsekal Terauchi. Setelah pertemuan tersebut, PPKI tidak dapat bertugas karena para pemuda mendesak agar proklamasi kemerdekaan tidak dilakukan atas nama PPKI, yang dianggap merupakan alat buatan Jepang. Bahkan rencana rapat 16 Agustus 1945 tidak dapat terlaksana karena terjadi peristiwa Rengasdengklok.

2.2.2 Peristiwa Rengasdengklok
            Peristiwa Rengasdengklok adalah peristiwa penculikan yang dilakukan oleh sejumlah pemuda antara lain Soekarni, Wikana dan Chaerul Saleh dari perkumpulan "Menteng 31" terhadap Soekarno dan Hatta. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 16 Agustus 1945 pukul 03.00. WIB, Soekarno dan Hatta dibawa ke Rengasdengklok, Karawang, untuk kemudian didesak agar mempercepat proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia,sampai dengan terjadinya kesepakatan antara golongan tua yang diwakili Soekarno dan Hatta serta Mr. Achmad Subardjo dengan golongan muda tentang kapan proklamasi akan dilaksanakan terutama setelah Jepang mengalami kekalahan dalam Perang Pasifik.
            Menghadapi desakan tersebut, Soekarno dan Hatta tetap tidak berubah pendirian. Sementara itu di Jakarta, Chairul dan kawan-kawan telah menyusun rencana untuk merebut kekuasaan. Tetapi apa yang telah direncanakan tidak berhasil dijalankan karena tidak semua anggota PETA mendukung rencana tersebut.
            Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia rencananya akan dibacakan Bung Karno dan Bung Hatta pada hari Jumat, 17 Agustus 1945 di lapangan IKADA(yang sekarang telah menjadi lapangan Monas) atau di rumah Bung Karno di Jl.Pegangsaan Timur 56. Dipilih rumah Bung Karno karena di lapangan IKADA sudah tersebar bahwa ada sebuah acara yang akan diselenggarakan, sehingga tentara-tentara jepang sudah berjaga-jaga, untuk menghindari kericuhan, antara penonton-penonton saat terjadi pembacaan teks proklamasi, dipilihlah rumah Soekarno di jalan Pegangsaan Timur No.56. Teks Proklamasi disusun di Rengasdengklok, di rumah seorang Tionghoa, Djiaw Kie Siong. Bendera Merah Putih sudah dikibarkan para pejuang di Rengasdengklok pada Kamis tanggal 16 Agustus, sebagai persiapan untuk proklamasi kemerdekaan Indonesia.
            Karena tidak mendapat berita dari Jakarta, maka Jusuf Kunto dikirim untuk berunding dengan pemuda-pemuda yang ada di Jakarta. Namun sesampainya di Jakarta, Kunto hanya menemui Wikana dan Mr. Achmad Soebardjo, kemudian Kunto dan Achmad Soebardjo ke Rangasdengklok untuk menjemput Soekarno, Hatta, Fatmawati dan Guntur. Achmad Soebardjo mengundang Bung Karno dan Hatta berangkat ke Jakarta untuk membacakan proklamasi di Jalan Pegangsaan Timur 56. Pada tanggal 16 tengah malam rombongan tersebut sampai di Jakarta.       
            Keesokan harinya, tepatnya tanggal 17 Agustus 1945 pernyataan proklamasi dikumandangkan dengan teks proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang diketik oleh Sayuti Melik menggunakan mesin ketik yang "dipinjam" (tepatnya sebetulnya diambil) dari kantor Kepala Perwakilan Angkatan Laut Jerman, Mayor (Laut) Dr. Hermann Kandeler.

2.2.3 Sidang PPKI (18 Agustus 1945)
            Pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengadakan sidangnya yang pertama. Pada sidang ini PPKI membahas konstitusi negara Indonesia, Presiden dan Wakil Presiden Indonesia, serta lembaga yang membantu tugas Presiden Indonesia. PPKI membahas konstitusi negara Indonesia dengan menggunakan naskah Piagam Jakarta yang telah disahkan BPUPKI. Namun, sebelum sidang dimulai, Bung Hatta dan beberapa tokoh Islam mengadakan pembahasan sendiri untuk mencari penyelesaian masalah kalimat ”... dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” pada kalimat ”Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Tokoh-tokoh Islam yang membahas adalah Ki Bagus Hadikusumo, Kasman Singodimejo, K.H. Abdul Wachid Hasyim, dan Teuku Moh. Hassan. Mereka perlu membahas hal tersebut karena pesan dari pemeluk agama lain dan terutama tokoh-tokoh dari Indonesia bagian timur yang merasa keberatan dengan kalimat tersebut. Mereka mengancam akan mendirikan negara sendiri apabila kalimat tersebut tidak diubah. Dalam waktu yang tidak terlalu lama, dicapai kesepakatan untuk menghilangkan kalimat ”... dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Hal ini dilakukan untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Kita harus menghargai nilai juang para tokoh-tokoh yang sepakat menghilangkan kalimat ”.... dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.” Para tokoh PPKI berjiwa besar dan memiliki rasa nasionalisme yang tinggi. Mereka juga mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan. Adapun tujuan diadakan pembahasan sendiri tidak pada forum sidang agar permasalahan cepat selesai. Dengan disetujuinya perubahan itu maka segera sidang pertama PPKI dibuka.

keputusan:
1.      Menetapkan dan mengesahkan pembukaan UUD 1945 dan UUD 1945
2.      Memilih presiden dan wakil presiden (Sukarno dan Moh. Hatta)
3.      Membentuk Komite Nasional Indonesia sebagai badan musyawarah darurat.


Pancasila yang direfisi:
1.      ke-Tuhanan Yang Maha Esa,
2.      Kemanusiaan yang adil dan beradab,
3.      Persatuan Indonesia
4.      Dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan

5.    Serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

2.3 DINAMIKA PANCASILA SETELAH KEMERDEKAAN
2.3.1 Rumusan VI: Konstitusi RIS
            Pendudukan wilayah Indonesia oleh NICA menjadikan wilayah Republik Indonesi semakin kecil dan terdesak. Akhirnya pada akhir 1949 Republik Indonesia yang berpusat di Yogyakarta (RI Yogyakarta) terpaksa menerima bentuk negara federal yang disodorkan pemerintah kolonial Belanda dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS) dan hanya menjadi sebuah negara bagian saja. Walaupun UUD yang disahkan oleh PPKI pada 18 Agustus 1945 tetap berlaku bagi RI Yogyakarta, namun RIS sendiri mempunyai sebuah Konstitusi Federal (Konstitusi RIS) sebagai hasil permufakatan seluruh negara bagian dari RIS. Dalam Konstitusi RIS rumusan dasar negara terdapat dalam Mukaddimah (pembukaan) paragraf ketiga. Konstitusi RIS disetujui pada 14 Desember 1949 oleh enam belas negara bagian dan satuan kenegaraan yang tergabung dalam RIS. Sehingga ada perubahan dalam Pancasila:
  1. ke-Tuhanan Yang Maha Esa,
  2. perikemanusiaan,
  3. kebangsaan,
  4. kerakyatan
  5. dan keadilan sosial

2.3.2 Rumusan VII: UUD Sementara
            Segera setelah RIS berdiri, negara itu mulai menempuh jalan kehancuran. Hanya dalam hitungan bulan negara bagian RIS membubarkan diri dan bergabung dengan negara bagian RI Yogyakarta. Pada Mei 1950 hanya ada tiga negara bagian yang tetap eksis yaitu RI Yogyakarta, NIT, dan NST. Setelah melalui beberapa pertemuan yang intensif RI Yogyakarta dan RIS, sebagai kuasa dari NIT dan NST, menyetujui pembentukan negara kesatuan dan mengadakan perubahan Konstitusi RIS menjadi UUD Sementara. Perubahan tersebut dilakukan dengan menerbitkan UU RIS No 7 Tahun 1950 tentang Perubahan Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat menjadi Undang-Undang Dasar Sementara (LN RIS Tahun 1950 No 56, TLN RIS No 37) yang disahkan tanggal 15 Agustus 1950. Rumusan dasar negara kesatuan ini terdapat dalam paragraf keempat dari Mukaddimah (pembukaan) UUD Sementara Tahun 1950.

2.3.3 Rumusan VIII: UUD 1945
            Kegagalan Konstituante untuk menyusun sebuah UUD yang akan menggantikan UUD Sementara yang disahkan 15 Agustus 1950 menimbulkan bahaya bagi keutuhan negara. Untuk itulah pada 5 Juli 1959 Presiden Indonesia saat itu, Sukarno, mengambil langkah mengeluarkan Dekrit Kepala Negara yang salah satu isinya menetapkan berlakunya kembali UUD yang disahkan oleh PPKI pada 18 Agustus 1945 menjadi UUD Negara Indonesia menggantikan UUD Sementara. Dengan pemberlakuan kembali UUD 1945 maka rumusan Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan UUD kembali menjadi rumusan resmi yang digunakan.
            Rumusan ini pula yang diterima oleh MPR, yang pernah menjadi lembaga tertinggi negara sebagai penjelmaan kedaulatan rakyat antara tahun 1960-2004, dalam berbagai produk ketetapannya, di antaranya:
1.      Tap MPR No XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia No. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa) dan Penetapan tentang Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara, dan
2.      Tap MPR No III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan.


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
            Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Pancasila mengalami proses perumusan yang panjang dan berat, mulai dari persidangan pertama BPUPKI hingga persidangan kedua BPUPKI. Pancasila disahkan pada persidangan PPKI pada 18 Agustus 1945. Rumusan Pancasila dikumandangkan kepada seluruh bangsa Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Dinamika rumusan Pancasila masih terjadi setelah proklamasi kemerdekaan. Ternyata masih banyak ditemukan perbedaan pemahaman ideologi Pancasila dari masa ke masa.

3.2 Saran
            Diharapkan untuk setiap Warga Negara Indonesia untuk lebih memahami dan mendalami hakikat Pancasila serta proses perumusan dan pengesahan Pancasila sebagai bukti cinta tanah air dan penghargaan terhadap perjuangan para tokoh perumus Pancasila dan terhadap ideologi Pancasil itu sendiri.






DAFTAR PUSTAKA

Tim Pendidikan Pancasila Unesa. 2014. Pendidikan Pancasila. Surabaya: UnesaUniversity Press.
Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya. 2011. Merevitalisasi Pendidikan Pancasila Sebagai Pemandu Reformasi. Surabaya: IAIN SA Press.
Abrianto, Bagus Oktafian. 2009. Perbandingan Pendapat Mr. Muh. Yamin Prof. Dr. Soepomo Ir. Soekarno Tentang Dasar Negara Indonesia Dalam Sidang Bpupki 1. [online]. Tersedia di: http://bagusoktafian.blogspot.co.id/2009/03/perbandingan-pendapat-mr-muh-yamin-prof.html. Diakses pada tanggal 27 September 2015.
Artika, Cita Denti. Pembentukan dan Persidangan BPUPKI. [online]. Tersedia di: https://citadastmikpringsewu.wordpress.com/mata-kuliah/pancasila/pembentukan-dan-persidangan-bpupki/. Diakses tanggal 27 September 2015.
Para kontributor Wikipedia. 2010. Daftar anggota BPUPKI-PPKI. Wikipedia, Ensiklopedia Bebas. [online]. Tersedia di: https://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_anggota_BPUPKI-PPKI. Diakses tanggal 29 September 2015.
Rifai, Ahmad. 2014. Proses Perumusan dan Pengesahan Pancasila sebagai Dasar Negara. [online]. Tersedia di: http://mahasiswa.ung.ac.id/613413023/home/2014/3/26/proses-perumusan-dan-pengesahan-pancasila-sebagai-dasar-negara.html. Diakses tanggal 3 Oktober 2015.